This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 20 Februari 2015

PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK BAGI ANAK DAN REMAJA



PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK BAGI ANAK DAN REMAJA
(Sebuah tantangan Pendidikan di Era Globalisasi)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah

Akidah dan akhlak merupakan dua segmen yang sangat signifikan bagi umat Islam terutama dalam pengembangan jiwa anak dan remaja yang identik dengan anak manusia yang selalu menginginkan kebebasan, serta merupakan fase dimana ia mengalami proses pencarian identitas diri, guna meneguhkan kometmen untuk menjalani kehidupan dalam tatanan sosial. Sehingga pada masa ini, anak dan remaja memiliki potensi yang sangat bagus jika diarahkan pada hal-hal yang bersifat positif. Namun di era modern ini, yakni makin pesatnya perkembangan IPTEK terutama perkembangan informasi komunikasi, anak-anak dan khususnya remaja mengalami masalah pokok yang sangat memprihatinkan yaitu dekadensi moral dan hilangnya nilai-nilai sosial. Sehingga yang terjadi sangat bertolak belakang dengan apa yang diinginkan yakni terjebaknya mereka pada formalisme hidup tanpa mengerti esensi hidup itu sendiri yang berujung pada ambruknya moral atau akhlak anak dan khususnya remaja.
Dari arus komunikasi dan informasi tanpa batas tersebut maka sudah tidak dapat dihindarkan lagi dampak negatif yang ditimbulkan, seperti halnya anak-anak pelajar pada saat ini sudah banyak yang menjadi pecandu narkoba. Di Indonesia setiap tahun Rp 288 triliun terbuang percuma untuk menikmati narkoba.[1] Contoh lain yang banyak di tiru anak-anak remaja usia pelajar adalah cara berpakaian ketika waktu sekolah, yang kurang disiplin, baju jarang dimasukan, itu semua dilakukan karena seringnya anak didik menonton tayangan film atau sinetron-sinetron tentang pelajar yang sudah tidak memperhatikan etika-etika ketimuran.
Sebenarnya masih banyak lagi masalah-masalah yang menimbulkan kenakalan remaja diantaranya adalah tawuran antar pelajar yang semua itu terjadi dikarenakan pengaruh dari minum-minuman keras, pada saat ini kalau kita lihat ketika ada suatu pesta atau pentas seni, pasti tidak ketinggalan dengan huru-hara anak muda yang semuanya itu kadang mereka masih duduk di dalam bangku sekolah.
Keadaan anak bangsa seperti ini mengisyaratkan bahwa Aqidah Akhlak sangat penting dalam upaya mempersiapkan generasi penerus yang beriman. Anak adalah individu yang memiliki jiwa yang penuh gejolak dari lingkungan sosial yang ditandai dengan perubahan sosial yang cepat, yang mengakibatkan kesimpang siuran norma serta dalam proses identifikasi diri atau mencari jati dirinya.
Dalam realitas sosial, masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa adanya krisis akhlak atau moral yang menimpa anak dan remaja disebabkan oleh kurangnya penghayatan terhadap nilai-nilai agama, karena apabila akidah dan akhlaknya kuat, akan mampu mengendalikan tingkah laku yang hanya merugikan serta bertentangan dengan kehendak dan pandangan masyarakat. Maka jelaslah bahwa tanpa pendidikan akidah dan penanaman akhlak yang benar kepribadian anak dan remaja tidak akan terarah bahkan berdampak pada meningkatnya kenakalan anak dan remaja yang hanya akan membuat mereka terpuruk dalam kesia-siaan hidup dan kehidupan. 
Dari beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengaruh era globalisasi tersebut, maka tugas pendidiklah yang harus berperan aktif untuk mengatasi permasalahan-permasalah yang akan menyebabkan bangsa kita menjadi bangsa yang tidak berakhlak dan menjadi cemoohan bangsa lain, melalui lembaga-lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan Islam dimana didalamnya terdapat pendidikan akhlakul karimah. Oleh sebab itu fungsi dari lembaga pendidikan adalah mencetak generasi bangsa yang mempunyai akhlakul karimah sesuai dengan misi pendidikan nasional.
Arah pembangunan nasional Indonesia adalah merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan tersebut tidak hanya terfokus pada pembangunan yang bersifat fisik saja, tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah juga pembangunan psikologis manusianya.
Dari sinilah sudah waktunya bagi praktisi-praktisi pendidikan untuk memikirkan bagaimana pendidikan akidah akhlak itu agar betul-betul bisa efektif dan efisien mengena terhadap anak-anak dan khususnya remaja sehingga nantinya bisa membentengi mereka dari era globalisasi sekarang ini.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja?
2.    Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja?
3.    Bagaimana peran pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja dalam era globalisasi?

 BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendidikan Aqidah Akhlak bagi Anak dan Remaja
Pengertian pendidikan menurut John Dewey seperti yang dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.[2]
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia, agar setelah tercapai kematangan itu, ia mampu memerankan diri sesuai dengan amanah yang disandangnya, serta mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia.[3]
Pengertian akidah secacara bahasa berakar kata dari kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan.[4]
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam Islam adalah akidah atau keyakinan secara etimologik, akidah berarti credo, keyakinan hidup, dan secara khusus akidah berarti kepercayaan dalam  hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.[5] Menurut Arifin Zainal Dzamaris, aqidah istilah suatu yang dianut oleh manusia dan diyakini apakah berwujud agama atau lainnya.[6]
Secara etimologis (lughat) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khulaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[7] Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa meimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[8]
Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia. perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur’an dan assunah, bagi etika standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.[9]
Pengertian anak dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu : “(1) keturunan, (2) manusia yang masih kecil.[10] Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas).
Sedangkan pengertian remaja yaitu berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.[11] Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan umat Islam untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan al-Qur an dan Hadits melalui berbagai kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
Pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja sangat penting guna membekali dan membentengi mereka dari derasnya arus globalisasi. Dan kepedulian penguasa serta masyarakat akan sangat membantu menghindari merebaknya kemerosotan moral atau akhlak remaja khususnya ketika mereka berada diluar lingkungan keluarga dan sekolah.[12]

B.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akidah Akhlak bagi Anak dan Remaja
Dalam kegiatan pendidikan terdapat unsur pergaulan dan unsur lingkungan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Dan pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta mendidik seseorang.[13]
Dalam psikologi dinyakatan bahwa pada faktor yang mempunyai terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak yaitu:
  1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak yakni; keturunan dan pembawaan.
  2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak yakni; pengalaman dan lingkungannya.[14]
Hal tersebut dikemukakan oleh aliran konvergensi bahwa: dalam perkembangan anak menjadi manusia menjadi dewasa sama sekali ditentukan oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan kedua fakror inilah yang membentuk kepribadian anak.[15]
Senada dengan di atas F.G. Robbius mengemukakan bahwa kepribadian itu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
  1. Faktor dasar
  2. Faktor lingkungan
  3. Perbedaan individual
  4. Lingkungan dan
  5. Motivasi[16]
Menurut Sertain Lingkungan itu dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:
  1. Lingkungan alam, yaitu segala sesuatu yang ada di alam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, air, iklan, hewan dan tumbuh-tumbuhan/
  2. Lingkungan dalam, yaitu segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Akan tetapi makanan yang sudah didalam perut itu sudah (sedang) dalam percernaan.
  3. Lingkungan sosial, yaitu semua orang yang mempengaruhi kita.[17]
Pengaruh lingkungan sosial yang ada kita terima secara langsung dan ada yang tidak secara langsung, pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga dan tekanan. Yang tidak langsung seperti melaui surat radio, televisi, buku majalah dan surat kabar.
Ki Hajar Dewantara pengemukakan bahwa lingkungan sosial meliputi tiga bagian yaitu:
  1. Lingkungan kelurga
  2. Lingkungan sekolah
  3. Lingkungan masyarakat[18]

Menurut Zakiyah Darajat, pendidikan dapat berlangsung di dua lingkungan yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan di luar sekolah. Untuk lingkungan di luar sekolah seperti lingkungan keluarga, asrama, perkumpulan remaja dan lingkungan kerja.[19]
Dengan demikian, banyak unsur yang mempengaruhi pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja diantaranya yaitu unsur sekolah, keluarga, pergaulan, tayangan media dsb. Faktor-faktor inilah yang akan mempengaruhi bagaimana seorang anak dan remaja memiliki akidah dan akhlak dalam membentuk kepribadian.
C.      Peran Pendidikan Aqidah Akhlak bagi Anak dan Remaja dalam Era Globalisasi
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal atau non formal”.[20] Usaha ini sudah barang tentu memerlukan beberapa penunjang sehingga tujuan yang hendak di capai terwujud dengan baik. Maka dapat di pahami bahwa dalam proses belajar mengajar, siswa tidak hanya di tuntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan, tetapi juga di tuntut untuk memiliki pengalaman dan kepribadian yang baik mengenai pengetahuan yang di milikinya.
Pendidikan bagi bangsa adalah suatu proses dan juga sistem yang mempunyai tujuan ideal yang diyakini, begitu juga dengan pendidikan bangsa kita, sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang sistem pendidikan nasional Nomor 20 tahun 2003, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan tersebut juga merupakan tujuan pendidikan Islam, dikarenakan Pendidikan Islam adalah suatu sub sistem dari pendidikan nasional. Dari tujuan diatas terlihat jelas bahwa pendidikan sangat mencita-citakan terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya ataupun ‘insan kamil’, yang siap menghadapi segala kemajuan dari segala segi dalam kehidupan ini (baca: globalisasi), tanpa harus kehilangan makna dan tujuan hidup sesungguhnya, yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini. Globalisasi merupakan suatu rangkaian proses perubahan sosial, ekonomi, dan budaya, dalam pola kehidupan manusia.
Pesatnya arus perubahan dari segala segi kehidupan telah melahirkan dampak positif-negatif bagi manusia itu sendiri. Kita rasakan ada suatu dinamika kehidupan yang dinamis, mudah, bebas, namun secara negatif dirasakan juga semakin terpuruknya kita; kemorosotan moral, kekerasan, kesadisan, dan kejahatan lainnya yang sering tidak manusiawi, diperparah lagi munculnya ‘budaya’ Machehavilian yaitu menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan. Sementara itu juga dikalangan generasi seringkali fenomena minuman keras, pemakaian obat-obat terlarang, pergaulan bebas, semakin mempertegas arah baru kecendrungan sebagian generasi muda.
Sesungguhnya pendidikan akidah akhlak memiliki transmisi yang nyata dalam upaya berperan mengarahkan masyarakat yang memiliki kepribadian. Terbentuknya kepribadian yang baik merupakan cita–cita dan dambaan setiap negara, karena dengan demikian akan terarahnya hidup untuk sebuah pengabdian, dalam mengerakkan diri sendiri, masyarakat untuk berbuat yang bermakna.
Upaya pembentukan kepribadian dalam pendidikan Islam dapat dilalui dalam beberapa aspek:
Pertama, taraf pembiasaan. Taraf ini lebih tepatnya pada masa anak-anak, sebab sejak dini adalah masa yang peka bagi pembentukan kebiasaan. Menurut Zakiah Drajat: Hendaklah setiap pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat perlu pembiasaan dan latihan yang cocok/sesuai perkembangan jiwanya.
Kedua, taraf pembentukan pengertian, minat, dan sikap. Dalam masa ini harus diberi pengertian yang tegas mana yang baik-buruk, terpuji-tercela, jujur-biadab, hak-bathil, dalam aktifitas keseharian.
Ketiga, pembentukan kerohanian yang luhur. Pembentukan ini merupakan pembentukan diri sendiri yang berlangsung pada masa dewasa. Taraf ini sesungguhnya sudah bisa membedakan secara jelas dan nyata mana baik dan benar, karena sudah mengetahui dampak dari keduanya.
Dari tinjauan diatas maka pendidikan akidah akhlak haruslah mampu berkembang dan memainkan peran terdepan, dan tetap membuka mata terhadap globalisasi dewasa ini, yang selalu menawarkan berbagai pilihan dan perubahan, dan juga dengan segala ragam perkembangan IPTEK.
Watak dari sains dan teknologi tidak pernah statis, namun terus mengalami perubahan sebagai hasil dari riset/penelitian dan pengembangan. Maka peranan dari ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengambil posisi yang secara langsung mempengaruhi bukan saja gaya hidup sehari-hari tetapi juga nilai seni moral dan agama.
Pendidikan akidah akhlak yang dilakukan baik itu yang formal, non-formal, maupun informal haruslah terarah agar lahirnya generasi unggul, yaitu generasi yang intelektual dengan pribadi bermoral, sehingga dengan demikian pendidikan akidah akhlak mampu memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki kepribadian. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut perlu beberapa upaya, antara lain:
Pertama, memantapkan pendidikan akidah akhlak baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.
Kedua, mengintegrasi antara pendidikan dan pengajaran. Sesungguhnya pada setiap pengajaran terdapat nilai edukatif, misalkan pengajaran matematika mendidik manusia agar berpikir sistematis dan logis, objektif, jujur, ulet, dan tekun. Begitu juga fisika mendidik manusia agar syukur nikmat yang terdapat pada penciptaan-Nya.
Ketiga, adanya tanggung jawab bersama. Pendidikan akidah akhlak bukan hanya tanggung jawab guru agama saja tapi tanggung jawab semua pendidik, orang tua, dan semua elemen masyarakat, tanpa terkecuali pengambil kebijakan di pemerintahan.
Keempat, pendidikan harus menggunakan semua kesempatan, berbagai sarana termasuk teknologi modern, dan dengan teknologi itu pula dapat dijadikan sarana pembentukan akhlak.
Pendidikan akidah akhlak harus bergerak cepat, karena globalisasi dengan kemajuan ipteknya tidak mempedulikan kesiapan kita untuk menyambutnya, kita hanya punya satu pilihan segera berbenah dan merapatkan barisan dengan segala pendukung pendidikan. Yang jelas dari beberapa upaya yang dibicarakan, yang terpenting adalah manajemen pendidikan Islam itu sendiri. Manajemen pendidikan Islam dalam penyusunan langkah-langkah juga harus memberi ruang seluas-luasnya pada mereka yang amanah, ikhlas, dan mampu beradaptasi dengan tantangan dunia pendidikan di era globalisasi. Dan tidak memberi ruang bagi generasi yang korup, karena korupsi ini pulalah yang merupakan penyakit masyarakat yang mengakibatkan lemahnya beberapa lembaga pendidikan yang ada, walaupun tidak kesemuanya.
Dengan pendidikan aqidah akhlak diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan keimanan anak dan remaja yang diwujudkan dalam tingkah laku terpuji dalam era globalisasi ini. Karena tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang didasari oleh pribadi seseorang. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.[21] Dengan demikian dapat disadari betapa pentingnya peranan pendidikan aqidah akhlak dalam membentuk tingkah laku anak dan remaja seutuhnya.
Maka dari itu, pendidikan aqidah akhlak mempunyai arti dan peranan penting dalam membentuk tingkah laku anak dan remaja seutuhnya. Sebab dengan pendidikan aqidah akhlak ini anak dan remaja tidak diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat. Dengan pendidikan aqidah akhlak anak dan remaja diarahkan mencapai keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan hubungan antara manusia dalam lingkup sosial masyarakat dan lingkungannya juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan dengan pendidikan aqidah akhlak pula seseorang akan memiliki derajat yang tinggi yang melebihi makhluk lainnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Derasnya arus globalisasi yang memiliki watak selalu dinamis mempunyai peranan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi nilai seni moral dan agama, menuntut bagi semua pihak untuk memiliki tanggung jawab bersama dalam membekali dan membentengi anak dan remaja dalam menjalani kehidupan di era globalisasi ini.
Upaya konkrit sebagai rasa tanggung jawab bersama dalam membentuk kepribadian anak dan remaja dalam menjalani kehidupan di era globalisasi ini dapat dilakukan diantaranya dengan:
1.        Pemantapan pendidikan akidah akhlak baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.
2.        Mengintegrasi antara pendidikan dan pengajaran.
3.        Adanya rasa tanggung jawab bersama.
4.        Pendidikan harus menggunakan semua kesempatan, berbagai sarana termasuk teknologi modern, dan dengan teknologi itu pula dapat dijadikan sarana pembentukan kepribadian.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Muhammad. 2003. Pendidikan di Alaf Baru, Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie Press.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anton. M. Moeliono, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin. 1978. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang.
Asmaran AS. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press.
Darajat, Zakiyah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Elizabeth, Hurlock B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gramedia.
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
--------------. 2000. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Khaeruddin. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Makassar: Yayasan Fatiya.
M. Arifin. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Mustaqim. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mustofa. 1999. Akhlak Tasawuf . Bandung: Pustaka Setia.
Purwanto, M. Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tadjab, M.A. 1994. Ilmu Jiwa Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.
Warson, Ahmad. 1984. Kamus al-Munawwir. Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak.
Yunahar Ilyas. 1989. Kuliah Ibadah dalam al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam Cet. XXVIII; Beirut: Dar al-Masyriq.
Zainal Arifin Dzamaris. 1996. Islam Aqidah dan Syari’ah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zubaedi. 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka pelajar.






[1] Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005) hlm. 83.
[2] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 1.
[3] Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 51.
[4] Warson, Ahmad, Kamus al-Munawwir (Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak, 1984),  hlm. 1023.
[5] Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam (Makassar: Yayasan Fatiya, 2002), hlm. 113.
[6] Zainal Arifin Dzamaris, Islam Aqidah dan Syari’ah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 19.
[7] Yunahar Ilyas, Kuliah Ibadah dalam al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam (Cet. XXVIII; Beirut: Dar al-Masyriq, 1989), hlm. 164.
[8] Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 13-14.
[9] Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm. 9
[10] Anton. M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989) hlm. 30.
[11] Elizabeth, Hurlock B. Psikologi Perkembangan (Jakarta: Gramedia, 1999). hlm. 206.
[12] Abdurrahman, Muhammad. Pendidikan di Alaf Baru, Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan (Jogyakarta: Prismasophie Press, 2003) hlm. 84.
[13] Darajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2000) hlm. 63.
[14] Tadjab, M.A, Ilmu Jiwa Pendidikan (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hlm. 20.
[15] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 36.
[16] Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 158.
[17] Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 28.
[18]  Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 47.
[19] Darajat, Zakiyah. Ibid. hlm 66-71
[20] Arifin. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) hlm. 12.
[21] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hlm. 165.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More