1. Kewajiban Menghormati Tamu
Salah satu tanda keimanan kepada Allah dan hari akhir adalah apabila seseorang menghormati tamunya. Menghormati tamu termasuk salah satu upaya membangun jalinan kasih di antara sesama. Banyak ayat alQuran maupun hadis yang menganjurkan seseorang untuk menghormati tamunya. Misalnya kisah Nabi Ibrahim a.s. yang menghormati tamunya dengan memberikan suguhan bagi mereka. Kisah ini tentunya dalam firman Allah Swt (QS. Hud/11: 69).
"Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang."
Ayat tersebut menggambarkan bagaimana tata krama yang diperlihatkan para hamba Allah yang saleh ketika bertamu maupun ketika menerima tamu. Memang seperti itulah selayaknya seorang mukmin berlaku. Sebab penghormatan kepada tamu merupakan salah satu indikasi keimanan seseorang. Dalam sebuah hadis disebutkan:
عَنْ أَبِيْ هَرَيْرَةَ ؤرَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمَنُ بِاللهِ وَالْيَومِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (رواه البخارى)
Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi saw beliau bersabda "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menghormati tamunya. Baang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menymabung tali silaturrahim. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau lebih memilih diam." (HR. Imam Bukhari)
2. Etika Bertamu
Di antara etika bertamu yang harus dipenuhi oleh seorang tamu adalah:
a. Tidak masuk sebelum mengucapkan salam
Hendaklah seorang tamu menghormati privasi tuan rumah dengan cara tidak masuk rumah terlebih dahulu sebelum mengetuk pintu. Mungkin saja tuan rumah ketika itu enggan kedatangan tamu karena memiliki suatu urusan yang mendesak dan lebih penting. Mengenai etika ini, Allah Swt telah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat." (QS. An-Nur/24: 27)
b. Tidak mengintip ke dalam rumah
Perbuatan mengintip ,erupakan [erilaku yang sangat buruk. Sampai-sampai Rasulullah saw pernah memperingatkan dengan keras sahabatnya yang mengintip bagian dalam rumah beliau. Kisah tersebut terungkap dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa'ad r.a. berikut:
عَنْ سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيْ أَنَّ رَجُلاً يَتَحَقَّقُ عَلَى النّّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَتْرِ الحُجْرَةِ وَفِيْ يَدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِدْرَي فَقَالَ لَهُ لَوْ أَعْلَمُ أَنَّ هَذَا يَنْظُرُنِيْ حَتَّى أَتَيْتُهُ لَطَعَنْتُ بِالمِدْرَى فِيْ عَيْنِهِ وَهَلْ جَعِلَ الاِسْتِئْذَانُ إِلاَّ مِنْ أَجْلِ البَصَرِ (رواه مسلم)
Dari Sahl bin Sa'ad bahwa ada seorang mengintip Nabi saw dari balik tirai kamar beliau. Ketika itu beliau sedang menyisiri rambutnya. Maka beliau pun bersabda. Kalau tadi aku tahu akan mengintip, pasti aku colokkan sisir ini pada kedua matamu. Sesungguhnya ditetapkan aturan memohon izin tidak lain untuk melindungi mata dari hal-al yang haram." (HR. Imam Bukhari)
c. Tidak menginap lebih dari tiga hari
Seorang tamu hendaklah tidak membebani tuan rumah dengan cara bermalam lebih dari tiga malam. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
عَنْ اَبِيْ شُرِيْحٍ الخَزَاعِي قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَ تُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقِيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قَالُوْا يَارَسُوْلُ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ قَالَ يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يَقْرِيْهِ بِهِ (رواه مسلم)
Dari Abi Syuraih al-Khaza'i, dia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Waktu maksimal untuk bertamu itu selama tiga hari. Sementara waktu yang disyari'atkan hanya sehari semalam saja. Seorang muslim tidak halal menginap di rumah saudaranya sehingga membuat dia berprasangka buruk kepadanya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa maksudnya sampai membuatnya berprasangka buruk?" Rasulullah menjawab, "Dia terus menginap di rumah temannya, sehingga tidak ada suguhan yang bisa diberikan kepadanya." (HR. Imam Muslim)
d. Tamu laki-laki tidak masuk ketika sumai tidak ada
Tamu laki-laki hendaklah tidak masuk ke dalam rumah apabila tuan rumahnya seorang perempuan, atau ketika sang suami tidak ada di rumah. Islam mensyariatkan hal ini untuk menghindari terjadinya fitnah di antara dua orang yang berlainan mahram. Sebab Rasulullah saw telah melarang seorang istri untuk menerima tamu laki-laki tanpa izin suaminya. Hak ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدً إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَلاَ تَأْذَنَ فِيْ بَيْتِهِ إِلاَّ بِغِذْنِهِ (رواه البخارى)
Dari Abi Hurairah, dia berkata, Nabi saw bersabda, "Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa (sunah) tanpa swizin suaminya ketika sang suami berada di rumah. Dan dia tidak halal untuk mengizinkan (laki-laki lain) masuk rumah tanpa izin darinya." (HR. Al-Bukhari)
e. Menikmati jamuan yang disuguhkan dengan senang hati
Seorang tamu hendaknya menghormati tuan rumah dengan menyantap hidangan yang disuguhkan kepadanya, baik dia menyukai menu makanan tersebut atau tidak. Perintah untuk menyenangkan hati tuan rumah ketika menghidangkan jamuan bahkan juga diperintahkan Rasulullah bagi tamu yang sedang berpuasa sunah. Seseorang disunahkan untuk membatalkan puasa sunahnya ketika dia diberi suguhan oelh tuan rumah. Hal ini terungkap dari penjelasan sabda Rasulullah saw,
عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَزَلَ الرَّجُلُ بِقَوْمٍ فَلاَ يَصُومُ إِلاَّ بِإِذْنِهِمْ (رواه ابن ماجه)
Dari 'Aisyah, dari Nabi saw beliau bersabda, "Apabila seseorang bertamu kepada sekelompok orang, hendaklah dia tidak berpuasa kecuali setelah mendapatkan izin dari mereka." (HR. Ibnu Majah)
0 komentar:
Posting Komentar