PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK BAGI ANAK DAN REMAJA
(Sebuah tantangan Pendidikan di Era
Globalisasi)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Akidah dan akhlak merupakan dua segmen yang sangat signifikan bagi umat
Islam terutama dalam pengembangan jiwa anak dan remaja yang identik dengan anak
manusia yang selalu menginginkan kebebasan, serta merupakan fase dimana ia
mengalami proses pencarian identitas diri, guna meneguhkan kometmen untuk
menjalani kehidupan dalam tatanan sosial. Sehingga pada masa ini, anak dan
remaja memiliki potensi yang sangat bagus jika diarahkan pada hal-hal yang
bersifat positif. Namun di era modern ini, yakni makin pesatnya perkembangan
IPTEK terutama perkembangan informasi komunikasi, anak-anak dan khususnya
remaja mengalami masalah pokok yang sangat memprihatinkan yaitu dekadensi moral
dan hilangnya nilai-nilai sosial. Sehingga yang terjadi sangat bertolak
belakang dengan apa yang diinginkan yakni terjebaknya mereka pada formalisme hidup
tanpa mengerti esensi hidup itu sendiri yang berujung pada ambruknya moral atau
akhlak anak dan khususnya remaja.
Dari arus komunikasi dan informasi tanpa batas tersebut maka sudah tidak
dapat dihindarkan lagi dampak negatif yang ditimbulkan, seperti halnya anak-anak
pelajar pada saat ini sudah banyak yang menjadi pecandu narkoba. Di Indonesia
setiap tahun Rp 288 triliun terbuang percuma untuk menikmati narkoba.[1]
Contoh lain yang banyak di tiru anak-anak remaja usia pelajar adalah cara
berpakaian ketika waktu sekolah, yang kurang disiplin, baju jarang dimasukan,
itu semua dilakukan karena seringnya anak didik menonton tayangan film atau
sinetron-sinetron tentang pelajar yang sudah tidak memperhatikan etika-etika
ketimuran.
Sebenarnya masih banyak lagi masalah-masalah yang menimbulkan kenakalan
remaja diantaranya adalah tawuran antar pelajar yang semua itu terjadi dikarenakan
pengaruh dari minum-minuman keras, pada saat ini kalau kita lihat ketika ada
suatu pesta atau pentas seni, pasti tidak ketinggalan dengan huru-hara anak
muda yang semuanya itu kadang mereka masih duduk di dalam bangku sekolah.
Keadaan anak bangsa seperti ini mengisyaratkan bahwa Aqidah Akhlak sangat
penting dalam upaya mempersiapkan generasi penerus yang beriman. Anak adalah
individu yang memiliki jiwa yang penuh gejolak dari lingkungan sosial yang
ditandai dengan perubahan sosial yang cepat, yang mengakibatkan kesimpang
siuran norma serta dalam proses identifikasi diri atau mencari jati dirinya.
Dalam realitas sosial, masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa adanya
krisis akhlak atau moral yang menimpa anak dan remaja disebabkan oleh kurangnya
penghayatan terhadap nilai-nilai agama, karena apabila akidah dan akhlaknya
kuat, akan mampu mengendalikan tingkah laku yang hanya merugikan serta
bertentangan dengan kehendak dan pandangan masyarakat. Maka jelaslah bahwa
tanpa pendidikan akidah dan penanaman akhlak yang benar kepribadian anak dan
remaja tidak akan terarah bahkan berdampak pada meningkatnya kenakalan anak dan
remaja yang hanya akan membuat mereka terpuruk dalam kesia-siaan hidup dan
kehidupan.
Dari beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengaruh era globalisasi
tersebut, maka tugas pendidiklah yang harus berperan aktif untuk mengatasi
permasalahan-permasalah yang akan menyebabkan bangsa kita menjadi bangsa yang
tidak berakhlak dan menjadi cemoohan bangsa lain, melalui lembaga-lembaga
pendidikan terutama lembaga pendidikan Islam dimana didalamnya terdapat
pendidikan akhlakul karimah. Oleh sebab itu fungsi dari lembaga pendidikan
adalah mencetak generasi bangsa yang mempunyai akhlakul karimah sesuai dengan
misi pendidikan nasional.
Arah pembangunan nasional Indonesia adalah merupakan pembangunan manusia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan tersebut
tidak hanya terfokus pada pembangunan yang bersifat fisik saja, tetapi yang
tidak boleh dilupakan adalah juga pembangunan psikologis manusianya.
Dari sinilah sudah waktunya bagi praktisi-praktisi pendidikan untuk
memikirkan bagaimana pendidikan akidah akhlak itu agar betul-betul bisa efektif
dan efisien mengena terhadap anak-anak dan khususnya remaja sehingga nantinya
bisa membentengi mereka dari era globalisasi sekarang ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian pendidikan akidah
akhlak bagi anak dan remaja?
2. Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja?
3. Bagaimana peran pendidikan akidah
akhlak bagi anak dan remaja dalam era globalisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Aqidah Akhlak bagi Anak dan Remaja
Pengertian pendidikan menurut John Dewey
seperti yang dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai
suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional) menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.[2]
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar
yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia, agar setelah tercapai
kematangan itu, ia mampu memerankan diri sesuai dengan amanah yang
disandangnya, serta mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang
Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat
perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia.[3]
Pengertian akidah secacara bahasa berakar kata dari kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatan.
Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk
menjadi aqidah berarti keyakinan.[4]
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam Islam adalah akidah
atau keyakinan secara etimologik, akidah berarti credo, keyakinan hidup, dan
secara khusus akidah berarti kepercayaan dalam hati, diikrarkan dengan
lisan dan diamalkan dengan perbuatan.[5] Menurut Arifin Zainal Dzamaris,
aqidah istilah suatu yang dianut oleh manusia dan diyakini apakah berwujud
agama atau lainnya.[6]
Secara etimologis (lughat) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk
jamak dari khulaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat.[7] Farid Ma’ruf mendefinisikan
akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah
karena kebiasaan tanpa meimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.[8]
Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini
sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia. perbedaannya
terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur’an
dan assunah, bagi etika standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral
standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.[9]
Pengertian anak
dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu : “(1) keturunan, (2) manusia yang
masih kecil.[10] Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut
adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas).
Sedangkan
pengertian remaja yaitu berasal dari kata latin adolensence
yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai
arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan
fisik.[11]
Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak
termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pendidikan
akidah akhlak bagi anak dan remaja adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan umat Islam untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah
SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan
sehari-hari berdasarkan al-Qur an dan Hadits melalui berbagai kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
Pendidikan akidah akhlak bagi anak dan remaja
sangat penting guna membekali dan membentengi mereka dari derasnya arus
globalisasi. Dan kepedulian penguasa serta masyarakat akan sangat membantu
menghindari merebaknya kemerosotan moral atau akhlak remaja khususnya ketika
mereka berada diluar lingkungan keluarga dan sekolah.[12]
B. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pendidikan Akidah Akhlak bagi Anak dan Remaja
Dalam kegiatan pendidikan terdapat unsur pergaulan dan unsur lingkungan.
Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung
pendidikan walaupun di dalamnya terdapat faktor-faktor yang berdaya guna untuk
mendidik. Dan pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta mendidik
seseorang.[13]
Dalam psikologi dinyakatan bahwa pada faktor yang mempunyai terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak yaitu:
- Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak yakni; keturunan dan pembawaan.
- Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak yakni; pengalaman dan lingkungannya.[14]
Hal tersebut dikemukakan oleh aliran konvergensi bahwa: dalam perkembangan
anak menjadi manusia menjadi dewasa sama sekali ditentukan oleh faktor bawaan
dan faktor lingkungan kedua fakror inilah yang membentuk kepribadian anak.[15]
Senada dengan di atas F.G. Robbius mengemukakan bahwa kepribadian itu
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
- Faktor dasar
- Faktor lingkungan
- Perbedaan individual
- Lingkungan dan
- Motivasi[16]
Menurut Sertain Lingkungan itu dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai
berikut:
- Lingkungan alam, yaitu segala sesuatu yang ada di alam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, air, iklan, hewan dan tumbuh-tumbuhan/
- Lingkungan dalam, yaitu segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Akan tetapi makanan yang sudah didalam perut itu sudah (sedang) dalam percernaan.
- Lingkungan sosial, yaitu semua orang yang mempengaruhi kita.[17]
Pengaruh lingkungan sosial yang ada kita terima secara langsung dan ada
yang tidak secara langsung, pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan
sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga dan tekanan. Yang tidak langsung
seperti melaui surat radio, televisi, buku majalah dan surat kabar.
Ki Hajar Dewantara pengemukakan bahwa lingkungan sosial meliputi tiga
bagian yaitu:
- Lingkungan kelurga
- Lingkungan sekolah
- Lingkungan masyarakat[18]
Menurut Zakiyah Darajat, pendidikan dapat berlangsung di dua lingkungan
yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan di luar sekolah. Untuk lingkungan di
luar sekolah seperti lingkungan keluarga, asrama, perkumpulan remaja dan
lingkungan kerja.[19]
Dengan demikian, banyak unsur yang mempengaruhi pendidikan akidah akhlak
bagi anak dan remaja diantaranya yaitu unsur sekolah, keluarga, pergaulan,
tayangan media dsb. Faktor-faktor inilah yang akan mempengaruhi bagaimana
seorang anak dan remaja memiliki akidah dan akhlak dalam membentuk kepribadian.
C. Peran
Pendidikan Aqidah Akhlak bagi Anak dan Remaja dalam Era Globalisasi
Pendidikan
pada hakekatnya merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk
pendidikan formal atau non formal”.[20] Usaha ini
sudah barang tentu memerlukan beberapa penunjang sehingga tujuan yang hendak di
capai terwujud dengan baik. Maka dapat di pahami bahwa dalam proses belajar
mengajar, siswa tidak hanya di tuntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan,
tetapi juga di tuntut untuk memiliki pengalaman dan kepribadian yang baik
mengenai pengetahuan yang di milikinya.
Pendidikan bagi bangsa adalah suatu proses dan juga sistem yang
mempunyai tujuan ideal yang diyakini, begitu juga dengan pendidikan bangsa
kita, sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang sistem pendidikan nasional Nomor 20 tahun 2003, tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan tersebut juga merupakan tujuan pendidikan Islam,
dikarenakan Pendidikan Islam adalah suatu sub sistem dari pendidikan nasional.
Dari tujuan diatas terlihat jelas bahwa pendidikan sangat mencita-citakan
terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya ataupun ‘insan kamil’, yang siap
menghadapi segala kemajuan dari segala segi dalam kehidupan ini (baca:
globalisasi), tanpa harus kehilangan makna dan tujuan hidup sesungguhnya, yaitu
sebagai khalifah di muka bumi ini. Globalisasi merupakan suatu rangkaian proses
perubahan sosial, ekonomi, dan budaya, dalam pola kehidupan manusia.
Pesatnya arus perubahan dari segala segi kehidupan telah melahirkan dampak
positif-negatif bagi manusia itu sendiri. Kita rasakan ada suatu dinamika
kehidupan yang dinamis, mudah, bebas, namun secara negatif dirasakan juga
semakin terpuruknya kita; kemorosotan moral, kekerasan, kesadisan, dan
kejahatan lainnya yang sering tidak manusiawi, diperparah lagi munculnya
‘budaya’ Machehavilian yaitu menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu
tujuan. Sementara itu juga dikalangan generasi seringkali fenomena minuman
keras, pemakaian obat-obat terlarang, pergaulan bebas, semakin mempertegas arah
baru kecendrungan sebagian generasi muda.
Sesungguhnya pendidikan akidah akhlak memiliki transmisi yang nyata dalam
upaya berperan mengarahkan masyarakat yang memiliki kepribadian. Terbentuknya
kepribadian yang baik merupakan cita–cita dan dambaan setiap negara, karena
dengan demikian akan terarahnya hidup untuk sebuah pengabdian, dalam
mengerakkan diri sendiri, masyarakat untuk berbuat yang bermakna.
Upaya pembentukan kepribadian dalam pendidikan Islam dapat dilalui dalam
beberapa aspek:
Pertama, taraf pembiasaan. Taraf ini lebih tepatnya pada masa anak-anak,
sebab sejak dini adalah masa yang peka bagi pembentukan kebiasaan. Menurut
Zakiah Drajat: Hendaklah setiap pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan
pribadi anak sangat perlu pembiasaan dan latihan yang cocok/sesuai perkembangan
jiwanya.
Kedua, taraf pembentukan pengertian, minat, dan sikap. Dalam masa ini harus
diberi pengertian yang tegas mana yang baik-buruk, terpuji-tercela,
jujur-biadab, hak-bathil, dalam aktifitas keseharian.
Ketiga, pembentukan kerohanian yang luhur. Pembentukan ini merupakan
pembentukan diri sendiri yang berlangsung pada masa dewasa. Taraf ini
sesungguhnya sudah bisa membedakan secara jelas dan nyata mana baik dan benar,
karena sudah mengetahui dampak dari keduanya.
Dari tinjauan diatas maka pendidikan akidah akhlak haruslah mampu
berkembang dan memainkan peran terdepan, dan tetap membuka mata terhadap
globalisasi dewasa ini, yang selalu menawarkan berbagai pilihan dan perubahan,
dan juga dengan segala ragam perkembangan IPTEK.
Watak dari sains dan teknologi tidak pernah statis, namun terus mengalami
perubahan sebagai hasil dari riset/penelitian dan pengembangan. Maka peranan
dari ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengambil posisi yang secara langsung
mempengaruhi bukan saja gaya hidup sehari-hari tetapi juga nilai seni moral dan
agama.
Pendidikan akidah akhlak yang dilakukan baik itu yang formal, non-formal,
maupun informal haruslah terarah agar lahirnya generasi unggul, yaitu generasi
yang intelektual dengan pribadi bermoral, sehingga dengan demikian pendidikan
akidah akhlak mampu memberikan kontribusi nyata dalam mewujudkan masyarakat
yang memiliki kepribadian. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut perlu beberapa
upaya, antara lain:
Pertama, memantapkan pendidikan akidah akhlak baik di rumah, di sekolah,
maupun di masyarakat.
Kedua, mengintegrasi antara pendidikan dan pengajaran. Sesungguhnya pada
setiap pengajaran terdapat nilai edukatif, misalkan pengajaran matematika
mendidik manusia agar berpikir sistematis dan logis, objektif, jujur, ulet, dan
tekun. Begitu juga fisika mendidik manusia agar syukur nikmat yang terdapat
pada penciptaan-Nya.
Ketiga, adanya tanggung jawab bersama. Pendidikan akidah akhlak bukan hanya
tanggung jawab guru agama saja tapi tanggung jawab semua pendidik, orang tua,
dan semua elemen masyarakat, tanpa terkecuali pengambil kebijakan di
pemerintahan.
Keempat, pendidikan harus menggunakan semua kesempatan, berbagai sarana
termasuk teknologi modern, dan dengan teknologi itu pula dapat dijadikan sarana
pembentukan akhlak.
Pendidikan akidah akhlak harus bergerak cepat, karena globalisasi dengan
kemajuan ipteknya tidak mempedulikan kesiapan kita untuk menyambutnya, kita
hanya punya satu pilihan segera berbenah dan merapatkan barisan dengan segala
pendukung pendidikan. Yang jelas dari beberapa upaya yang dibicarakan, yang
terpenting adalah manajemen pendidikan Islam itu sendiri. Manajemen pendidikan
Islam dalam penyusunan langkah-langkah juga harus memberi ruang seluas-luasnya
pada mereka yang amanah, ikhlas, dan mampu beradaptasi dengan tantangan dunia
pendidikan di era globalisasi. Dan tidak memberi ruang bagi generasi yang
korup, karena korupsi ini pulalah yang merupakan penyakit masyarakat yang
mengakibatkan lemahnya beberapa lembaga pendidikan yang ada, walaupun tidak
kesemuanya.
Dengan pendidikan aqidah akhlak diharapkan
dapat menumbuhkan dan meningkatkan keimanan anak dan remaja yang diwujudkan
dalam tingkah laku terpuji dalam era globalisasi ini. Karena tingkah laku
ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang didasari oleh pribadi seseorang. Kesadaran
merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang dipikir dan
dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai
yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan
tingkah lakunya.[21] Dengan
demikian dapat disadari betapa pentingnya peranan pendidikan aqidah akhlak dalam
membentuk tingkah laku anak dan remaja seutuhnya.
Maka dari itu, pendidikan aqidah akhlak
mempunyai arti dan peranan penting dalam membentuk tingkah laku anak dan remaja
seutuhnya. Sebab dengan pendidikan aqidah akhlak ini anak dan remaja tidak
diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi juga untuk
kebahagiaan hidup di akhirat. Dengan pendidikan aqidah akhlak anak dan remaja diarahkan
mencapai keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan
hubungan antara manusia dalam lingkup sosial masyarakat dan lingkungannya juga
hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan dengan pendidikan aqidah akhlak pula seseorang
akan memiliki derajat yang tinggi yang melebihi makhluk lainnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Derasnya arus globalisasi yang memiliki watak
selalu dinamis mempunyai peranan baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi nilai seni moral dan agama, menuntut bagi semua pihak untuk
memiliki tanggung jawab bersama dalam membekali dan membentengi anak dan remaja
dalam menjalani kehidupan di era globalisasi ini.
Upaya konkrit sebagai rasa tanggung jawab
bersama dalam membentuk kepribadian anak dan remaja dalam menjalani kehidupan
di era globalisasi ini dapat dilakukan diantaranya dengan:
1.
Pemantapan pendidikan akidah akhlak baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.
2.
Mengintegrasi antara pendidikan dan
pengajaran.
3.
Adanya rasa tanggung jawab bersama.
4.
Pendidikan harus menggunakan semua
kesempatan, berbagai sarana termasuk teknologi modern, dan dengan teknologi itu
pula dapat dijadikan sarana pembentukan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Muhammad. 2003. Pendidikan di Alaf Baru, Rekonstruksi
atas Moralitas Pendidikan. Jogyakarta: Prismasophie Press.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991. Psikologi Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anton. M. Moeliono, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin. 1978. Hubungan
Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga. Jakarta:
Bulan Bintang.
Asmaran AS. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press.
Darajat, Zakiyah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Elizabeth, Hurlock B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Gramedia.
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
--------------. 2000. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Khaeruddin. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Makassar: Yayasan Fatiya.
M.
Arifin. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Mustaqim. 1991. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mustofa. 1999. Akhlak Tasawuf . Bandung: Pustaka Setia.
Purwanto, M. Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tadjab, M.A. 1994. Ilmu
Jiwa Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.
Warson, Ahmad. 1984. Kamus al-Munawwir. Yogyakarta: PP. Al-Munawwir
Krapyak.
Yunahar Ilyas. 1989. Kuliah Ibadah dalam al-Munjid fi al-Lughah
wa al-I’lam Cet. XXVIII; Beirut: Dar al-Masyriq.
Zainal Arifin Dzamaris. 1996. Islam Aqidah dan Syari’ah. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Zubaedi. 2005. Pendidikan
Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
[2] M. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 1.
[3] Jalaluddin, Teologi
Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 51.
[6] Zainal Arifin Dzamaris,
Islam Aqidah dan Syari’ah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.
19.
[7] Yunahar Ilyas, Kuliah
Ibadah dalam al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam (Cet. XXVIII;
Beirut: Dar al-Masyriq, 1989), hlm. 164.
[10] Anton. M.
Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
hlm. 30.
[11] Elizabeth, Hurlock
B. Psikologi Perkembangan (Jakarta: Gramedia, 1999). hlm. 206.
[12] Abdurrahman,
Muhammad. Pendidikan di Alaf Baru, Rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan
(Jogyakarta: Prismasophie Press, 2003) hlm. 84.
[19] Darajat,
Zakiyah. Ibid. hlm 66-71
[20] Arifin. Hubungan
Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga (Jakarta:
Bulan Bintang, 1978) hlm. 12.
[21]
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hlm.
165.