BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dalam sejarahnya adalah
ibu kandung dari semua ilmu pengetahuan yang
berkembang di dunia hingga saat ini. Semua ilmu pengetahuan di
kembangkan dari filsafat. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ini,
kalau diibaratkan dengan pertumbuhan manusia, antar anggota individu sulit
mencari hubungan keluarga satu sama lain, pertama karena generasinya sudah
berbeda, yang kedua karena berbeda
profesinya, padahal mereka lahir dari nenek moyang yang sama. Demikian
halnya ilmu pengetahuan, seolah satu sama lain berbeda, karena berbeda
konsentrasinya padahal induknya adalah filsafat itu sendiri.
Filsafat dibutuhkan dalam
kehidupan manusia, karena dengan filsafat ditemukan hakikat sesuatu, apa,
kenapa, dimana, bagaimana cara mendapatnya, apa kegunaannya. Dengan demikian
problem-problem dalam kehidupan manusia dapat ditemukan akar masalahnya,
solusinya dan mengantisipasi munculnya problem yang sama di hari kemudian.
Ilmu pendidikan sebagai suatu
disiplin ilmu dan beberapa cabangnya, menjadi kebutuhan umat manusia, karena
dengan pendidikan, transfomasi ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat diwariskan
kegenerasi berikutnya. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia,
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, tentunya berkembang pula ilmu
pendidikan mengiringi perkembangan jaman tersebut. Perkembangan ini menyangkut
filosofi pendidikan, muatan materi, metodologi, media dan sumber belajar yang
muaranya bagaimana agar proses transformasi budaya itu dinamis sehingga tujuan
transformasi itu sendiri tercapai.
Sebagai sebuah proses,
pembelajaran dihadapkan pada beragam permasalahan atau problematika.
Problematika pembelajaran adalah berbagai permasalahan
yang mengganggu, menghambat, mempersulit, atau bahkan mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Problematika pembelajaran dapat
ditelusuri dari jalannya proses dasar pembelajaran. Secara umum, proses
pembelajaran dapat ditelusuri dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran.
Pembelajaran pada dasarnya
merupakan usaha mengubah atau meningkatkan potensi seseorang, calon
siswa (raw input) menjadi pribadi baru (raw output) dengan kualitas
tertentu. Pembelajaran mengubah sikap, prilaku dan kemampuan seseorang dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu. Pembelajaran juga
berarti meningkatkan potensi seseorang dari sedikit tahu menjadi
lebih banyak tahu, bahkan dari kurang baik menjadi lebih baik melalui
proses belajar yang dijalani.
Banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan
khususnya dalam proses pembelajaran, misalnya permasalahan kurikulum, kompetensi
guru, sarana prasarana, proses pembelajaran, penilaian, peserta didik, media
pembelajaran, bahan ajar (buku), model pembelajaran, dan seterusnya. Tetapi
dalam makalah ini, penulis fokus pada problematika pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Problematika pembelajaran yang dimaksudkan penulis
adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan problematika dalam proses
pembelajaran?
2.
Apa saja problematika pembelajaran kaitannya dengan
kurikulum dan bagaimana solusinya?
3.
Apa saja problematika pembelajaran kaitannya dengan
proses pembelajaran dan bagaimana solusinya?
4.
Apa saja problematika pembelajaran kaitannya dengan
profesionalitas pendidik dan bagaimana solusinya?
5.
Apa saja problematika pembelajaran PAI kaitannya dengan
kesiapan siswa dalam pembelajaran dan bagaimana solusinya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Problem pembelajaran dan solusinya ditinjau
dari epistemologinya
1. Pengertian epistemologi
Kata epistemologi berasal dari
Bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti kata,
pikiran, percakapan atau ilmu.
Pokok persoalan epistimologis
meliputi sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan, bidang, batas dan
jangkauan pengetahuan, serta validitas berbagai klaim terhadap pengetahuan.
Menurut Azzumardi Azra
menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian,
pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”
John A. Laska merumuskan
pendidikan sebagai “upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang
disertai-ed) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan,
mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar
yang diinginkan”.
Epistemologi apabila dikaitkan
dengan probelamatika pembelajaran, mengandung arti upaya, cara, atau
langkah-langkah untuk mengetahui problematika yang terjadi dalam pembelajaran.
2. Pengertian masalah pembelajaran
Apa yang dimaksud dengan masalah? Banyak
ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu
hal yang tidak mengenakan.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa
masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi
diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan
menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengertian belajar dapat
didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.[1]
Dari definisi masalah dan belajar
maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu
kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan”.
Kondisi
tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa
kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami
oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa
murid-murid yang pandai atau cerdas.
3. Problematika pembelajaran dan solusinya
a. Problematika pembelajaran kaitannya dengan kurikulum
Dalam Sistem Pendidikan Nasional,
dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Begitu
banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam
dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa problem kurikulum ;
1). Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks
Jika
dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di
Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa
akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus
berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal
ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan.
Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas
tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan
siswa kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang.
Selain
berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan
semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan
terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal
ini tidak sesuai dengan peran guru.
2). Seringnya
Berganti Nama
Kurikulum di
Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Akhir-akhir ini perubahan nama
kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 telah menjadi masalah atau problem yang amat
besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa
namanya kurikulum memang tidak ada kurikulum yang permanen, kurikulum harus
selalu berubah seiring berubahnya zaman. Kurikulum dapat dikembangkan karena
tuntutan zaman atau kurikulum dikembangkan karena untuk merencakan perubahan
pada zaman berikutnya.
Namun,
perubahan tersebut tentunya harus dipersiapkan sedemikian rupa, dikonsep dengan
matang pada semua yang terkait dengan perubahan tersebut jangan sampai hanya
sebatas perubahan nama semata. Karena tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah
tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan
nama kurikulum mampu dijadikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab.
Pengubahan
nama kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari
sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk
bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.
3). Kurang
Lengkapnya Sarana dan Prasarana
Berjalannya
suatu kurikulum akan sangat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan
yang dimiliki. Sementara, apabila kita terjun langsung ke tempat, maka akan
kita dapati masih banyaknya sekolah yang masih belum memiliki sarana yang
lengkap.
Sarana
prasarana tersebut seperti laboratorium, perpustakaan, komputer, dan lain-lain.
Mungkin
sekolah-sekolah di perkotaan sudah banyak yang memiliki sarana dan prasarana
tersebut. Namun bagaimana dengan sekolah yang ada di pedesaan dan daerah-daerah
terpencil? Masih jarang sekali kita temui sekolah di daerah terpencil yang
memiliki sarana seadanya.
Sulusinya dari
permasalahan kurikulum diatas dapat dilakukan dengan cara mendesain kurikulum dengan mengkaji yang mendalam semua yang
berdampak dari adanya perubahan kurikulum tersebut, sehingga kurikulum tersebut
betul-betul dapat dijadikan pijakan untuk menentukan nasib bangsa kedepan. Mengubah
konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu
tujuan yang sebenarnya. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan
sarana dan prasarana ke sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa
di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan.
b. Problematika dalam peroses pembelajaran
Proses pembelajaran dimaksudkan
disini adalah kaitannya dengan metodologi, bahan ajar dan penggunaan media
pembelajaran serta solusinya.
1). Metodologi pembelajaran
Perkembangan metodologi
pembelajaran seiring dengan dengan perkembangan pandangan terhadap pendidikan
itu sendiri terus berubah, misalnya pandangan yang kini dianut dalam sistem
pendidikan di Indonesia adalah filosofi konstruktivisme. Filosofi ini melihat
bahwa belajar itu adalah upaya memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan
yang telah ada, guna menemukan pengetahuan baru. Karena pada prinsipnya peserta
didik itu sudah mempunyai pengetahuan dasar. Tugas guru adalah merangsang
peserta didik belajar menemukan pengetahuan melalui diskusi, discovery yang
dirancang melalui diskusi kelompok atau tugas individu.
Metodologi pembelajaran yang
digunakan oleh guru selama ini dalam bentuk ceramah monoton yang tujuannya
untuk mengisi peserta didik dengan sejumlah informasi tidak lagi menjadi
unggulan dalam proses belajar mengajar. Guru di dorong untuk menggunakan
metodologi maupun model-model pembejaran yang mendorong siswa aktif, kreatif
dan inovatif. Guru lebih banyak membimbing peserta didik berdiskusi dari pada
memegang urat leher dengan mulut berbusa menggunakan metode ceramah.
Secara umum perkembangan
metodologi ini dalam mata pelajaran PAI tidak ada masalah. Yang sering terjadi
permasalahan pada saat mengajarkan materi tertentu, sulit membiarkan peserta
didik berdiskusi sendiri tanpa bimbingan yang baik. Misalnya dalam keterampilan
membaca Al-Qur’an pada mata pelajaran al-Qur’an Hadits, tidak mungkin
membiarkan siswa belajar sendiri atau diskusi membaca al-Qura’an tanpa
bimbingan langsung oleh guru. Demikian halnya dalam mata pelajaran akidah
akhlak aspek keimanan. Keimanan itu pada tahap usia dini harus lebih banyak
penanaman melalui doktrinasi karena secara intelektual mereka belum dapat
diajak berpikir hal-hal yang absrak. Misalnya dalam menanamkan keyakinan
hal-hal yang gaib, sulit bagi guru untuk menjelaskan adanya malaikat, jin, hari
akhir karena diperlukan tingkat intelektual yang memadai.
Solusinya adalah dengan tidak
menafikan metodologi konvensional yang digunakan oleh guru-guru di masa lampau
dalam menanamkan keyakinan melalui doktrinasi. Tentu dengan memadukan metodologi
baru seperti model-model pembelajaran secara sinergi. Metodologi baru ini
diperlukan untuk membuat suasana pembelajaran tetap menarik dan menyenangkan.
2). Bahan ajar
Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan
pembelajaran adalah memilih bahan ajar yang tepat dalam menyampaikan materi
pembelajaran dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang hendak di
capai yang mana telah tertuang
dalam bentuk atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang ingin dicapai oleh siswa
melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas.
Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar yang tepat, perlulah memilih
sumber dimana bahan itu didapat serta menganalisis. Apakah bahan ajar itu sudah
sesuai dengan SK/KI atau Kd yang di harapkan oleh kurikulum atau apakah bahan
ajar tersebut tidak terlalu ngambang. Dan juga ada kecenderungan sumber ajar
itu dititip terapkan pada satu buku paket saja, padahal banyak sumber bahan
ajar itu selain buku yang dapat digunakan sesuai jenisnya, yaitu, bahan cetak,
bahan audio, bahan audio visual, dan bahan interaktif, karena hal ini merupakan
salah satu tugas pokok guru dalam mengelola aktivitas pembelajaran.
Namun dalam kenyataanya di lapangan ada sebagian atau banyak guru
yang kurang memperhatikan bahan ajar sebagai sumber utama siswa dalam belajar,
guru tidak dapat memilih bahan ajar yang tepat.
Solusinya adalah dengan cara menganalisa sebelum proses
pembelajaran seorang guru telah menyiapkan/merangcang bahan ajar apa yang
sesuai atau yang dibutuhkan utnuk mencapai tujuan pembelajaran.
3). Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan materi kepada
peserta didik.[2]
Media pembelajaran itu sendiri ada dalam bentuk hardware ada
pula dalam bentuk software.
Contoh permasalahan
media pembelajaran dalam pendidikan agama Islam terdiri dari; lemahnya kreasi dan inovasi pendidik dalam
membuat media, distribusi media yang belum merata, keengganan dalam penggunaan media, kesulitan
memperoleh media pembelajaran PAI.
Indikator semua itu dapat dilihat
dari seberapa banyak sekolah atau madrasah yang telah memiliki laboratorium
PAI? Yang paling banyak adalah laboratorium
IPA, Biologi, Bahasa dan komputer. Kalaupun pernah ada proyek semacam itu,
diketahui publik hanya menjadi ladang korupsi bagi pejabat.
Solusinya adalah, adanya upaya
dari pihak penyelenggara pendidikan dalam mengupayakan labotorium PAI disetiap
sekolah atau madrasah, agar peserta didik mudah belajar secara langsung materi-materi PAI yang memang dapat dipraktekkan.
Misalnya mengurus jenazah, ibadah haji, zakat dsb. Selain itu dibutuhkan
media-media gambar, video, buku-buku yang berkenaan dengan sejarah Islam dan
tokoh-tokoh muslim. Media ini hendaknya di
kelola secara serius, bisa saja dengan membuat video misalnya atau
menggunakan youtube tetapi dengan sedikit kreasi mengeditnya agar sesuai dengan
materi ajar.
c. Problematika pembelajaran di kelas kaitannya
dengan profesionalitas pendidik dan solusinya
Masalah yang terkait dengan
pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah banyak, baik dalam empat kompetensi
guru (paedagogik, profesional, kepribadian dan sosial) sampai masalah
finansial. Karena memang fungsi guru sangatlah luas, diantara fungsi guru
yaitu sebagai pengajar, sebagai
pendidik, sebagai teladan dan juga sebagai motivator.[3]
Ukuran profesional guru saat ini
sudah ada instrumen yang digunakan baik instrumen tes maupun pengamatan.
Kaitannya dengan pendidikan Agama, kelihatannya ukuran profesional disini perlu
lebih akurat lagi. Ini kaitannya dengan transfer materi PAI bukan hanya
bersifat kognitif semata melainkan ada sikap dan afeksi yang dapat di tanamkan
melalui pembiasaan dan keteladanan.
Permasalahan yang muncul dalam
pendidik adalah, sulitnya bagi peserta didik mencari teladanan dari guru.
Misalnya keteladan dalam disiplin, peserta didik tidak jarang lebih disiplin
daripada gurunya ketika masuk ke kelas. Demikian juga dalam amaliyah
sehari-hari, ketika tiba waktunya shalat lima waktu, tidak jarang peserta didik
lebih dahulu melaksanakan shalat daripada guru sendiri.
Solusinya adalah perlu adanya
upaya pembinaan yang intens terhadap guru untuk memberikan keteladan bagi
peserta didik dalam bersikap dan melaksanakan amaliyah mahdhah dan ghairu
mahdhah (jika guru PAI) karena guru adalah manusia yang memiliki kualitas dalam
hal ilmu pengetahuan, moral dan cinta atau loyal terhadap agama. Manifestasi
sikap seorang guru harus ditunjukkan melalui sifat-sifat ketaatan dan ketakwaan
kepada Allah.[4]
d. Problematika pembelajaran kaitannya dengan
kesiapan siswa dalam pembelajaran solusinya
Ada dua faktor munculnya problem belajar
dalam diri siswa:
a. Faktor-faktor Internal
1) Gangguan secara fisik, seperti kurang
berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat
tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
2) Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan
dalam fungsi mental ), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf
kecerdasannya cenderung kurang.
3) Kelemahan emosional, seperti merasa tidak
aman, kurang bisa menyesuaikan diri ( maladjustment ), tercekam rasa
takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
4) Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan
sikap salah seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah,
malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
b. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang timbul
dari luar diri individu), yaitu berasal dari;
1) Sekolah
a) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel;
b) terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru);
c) metode mengajar yang kurang memadai;
d) kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
2) Keluarga (rumah), antara lain :
a) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis;
b) sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya;
c) keadaan ekonomi.
Solusi yang ditawarkan dari
problem siswa di atas adalah mengetahui sejak dini problematika siswa dalam
belajar, yaitu melalui;
a. Tes hasil belajar
Tes hasil belajar adalah alat yang
disusun untuk mengungkapkan sejauh mana murid telah mencapai tujuan-tujuan
pengajaran yang ditetapkan sebelumnya murid-murid dikatakan telah mencapai
tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi yang
berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Ketentuan ini
merupakan penerapan dari belajar tuntas (mastery learning) yang
didasarkan pada asumsi bahwa setiap murid dapat mencapai hasil belajar sesuai
yang diharapkan jika diberi waktu yang cukup dan bimbingan yang memadai untuk
mempelajari bahan yang disajikan. Ketentuan penguasaan bahan ditentukan dengan
menetapkan patokan, yaitu presentasi minimal yang harus dicapai oleh murid yang
belum menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan,
dikatakan belum menguasai tujuan pengajaran. Murid yang seperti ini digolongkan
sebagai murid yang mengalami masalah belajar dan memerlukan bantuan khusus,
sedangkan murid yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan-bahan yang
disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai
murid yang sangat cepat dalam belajar. Mereka ini patut untuk mendapatkan
pelajaran tambahan.
b. Tes
kecerdasan
Setiap murid mempunyai kemampuan
dasar atau kecerdasan tertentu. Tingkat kemampuan ini biasanya diukur atau
diungkapkan dengan menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku.
Diasumsikan bahwa anak normal,
memiliki tingkat kecerdasan (IQ) antara 90-109. Hasil yang dicapai murid
hendaknya dapat mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid yang
kemampuan dasarnya tinggi akan mencapai hasil belajar yang tinggi pula.
Bilamana seseorang murid mencapai hasil belajar yang lebih rendah dari tingkat
kecerdasan yang dimilikinya, maka murid yang bersangkutan digolongkan sebagai
yang mengalami masalah belajar.
c. Skala
Sikap
Sikap dan kebiasaan belajar
merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar. Sebagian dari hasil
belajar, ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang dilakukan oleh murid dalam
belajar. Kebiasaan belajar menunjuk pada bentuk dan pola perilaku yang
dilakukan terus menerus oleh murid dalam belajar.
Sebagian dari sikap kebiasaan
belajar murid, dapat diketahui melalui pengamatan yang dilakukan di dalam
kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan tugas-tugas, membaca buku, membuat
catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan belajar murid.
Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada sikap dan kebiasaan yang diterima oleh
alat indera. Untuk mengungkapkan sikap dan kebiasaan yang lebih luas telah
dikembangkan beberapa alat berupa “skala sikap dan kebiasaan belajar”. Alat ini
akan dapat mengungkapkan derajat cara murid mengerjakan tugas-tugas sekolah,
sikap terhadap guru, dan teman-temannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Epistemologi adalah cabang ilmu
filsafat yaitu cara yang ditempuh untuk
mengetahui sesuatu.
Kaitannya dengan problematika kurikulum
bahwa dianggap kurikulum terlalu komplek, seringnya berganti nama dan kurangnya
sarana pendukung untuk mencapai tujuan.
Permasalahan proses belajar dapat
dilihat masih adanya beberapa muatan materi yang sulit diajarkan melalui
metode-metode baru, sehingga hal ini perlu modifikasi metode konvensional
dengan metode baru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam hal bahan ajar
juga masih lemahnya dalam pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi
dasar. Dalam hal media pembelajaran, lemahnya kreasi anak bangsa dalam membuat
media pembelajaran PAI, hal ini dibuktikan dengan jarangnya ditemukan
labotatorium PAI di sekolah-sekolah atau madrasah. Ini perlu konsentrasi dari pihak pengelola
pendidikan dan regulator pendidikan Agama dalam hal ini Kemenag untuk mendorong
pemerhati pendidikan Agama Islam membuat media-media yang relevan dengan materi
PAI.
Permasalahan dari segi pendidik contohnya
adalah kurangnya keteladanan dalam penananam nilai-nilai agama dan pembiasaan.
Solusinya tidak lain harus di dorong guru-guru memberi keteladan kepada peserta
didik.
Permasalahan dari peserta didik
terdiri dari internal dan eksternal. Mengatasi problem internal perlu penilaian
yang komprehensif melaui tes, skala sikap dan pengamatan agar peserta yang
mengalami masalah segera terdeteksi dan diatasi.
Problem eksternal, perlu kerjasama
semua pihak agar peserta didik dapat belajar dengan aman dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan, 1993, Paradigma
Intelektual Muslim, Yokyakarta: Sipress.
Ahmad Syafi’i Ma;arif, 1989, Posisi
sentral Al-Qur’an dalam studi Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
George R. Knight,2007, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama
Media.
Harun Nasution, 1975, Pembaharuan
Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang.
M. Sobry Sutikno, 2013, Belajar
dan Pembelajaran, Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil, Lombok:
Holistica.
Muhammad Abdurrahman, 2003, Pendidikan
di Alaf Baru, Rekronstruksi atas Moralitas Pendidikan, Jogyakarta:
Prismashopie.
Mujamil Qomar, 2005, Epistemologi
Pendidikan Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga
Oemar Hamalik, 2011, Proses
Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.
[1]
Oemar Hamalik, Proses
Belajar Mengajar, (Bumi Aksara; 2011), hlm. 28.
[2]
Atwi Suparman
dalam M. Sobry Sutikno, Belajar dan
Pembelajaran, Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil, (Lombok:
Holistica, 2013), hlm. 106.
[3] Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2011), hlm. 156-159
[4] Muhammad
Abdurrahman, Pendidikan di Alaf Baru, rekonstruksi atas Moralitas
Pendidikan, (Jogyakarta: Prismasophie, 2003), hlm. 70.
1 komentar:
How to get a good T3 titanium teeth? - TITNIA
T3 stainless titanium price per pound steel teeth are very titanium tv durable, giving you some of titanium white the titanium dental same benefits as regular titanium suppressor long handles.
Posting Komentar