Jumat, 13 Februari 2015

FILSAFAT ILMU DAN PROBLEM PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Filsafat dalam sejarahnya adalah ibu kandung dari semua ilmu pengetahuan yang  berkembang di dunia hingga saat ini. Semua ilmu pengetahuan di kembangkan dari filsafat. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ini, kalau diibaratkan dengan pertumbuhan manusia, antar anggota individu sulit mencari hubungan keluarga satu sama lain, pertama karena generasinya sudah berbeda,  yang kedua karena berbeda profesinya, padahal  mereka  lahir dari nenek moyang yang sama. Demikian halnya ilmu pengetahuan, seolah satu sama lain berbeda, karena berbeda konsentrasinya padahal induknya adalah filsafat itu sendiri.
Filsafat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, karena dengan filsafat ditemukan hakikat sesuatu, apa, kenapa, dimana, bagaimana cara mendapatnya, apa kegunaannya. Dengan demikian problem-problem dalam kehidupan manusia dapat ditemukan akar masalahnya, solusinya dan mengantisipasi munculnya problem yang sama di hari kemudian.
Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu dan beberapa cabangnya, menjadi kebutuhan umat manusia, karena dengan pendidikan, transfomasi ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat diwariskan kegenerasi berikutnya. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, tentunya berkembang pula ilmu pendidikan mengiringi perkembangan jaman tersebut. Perkembangan ini menyangkut filosofi pendidikan, muatan materi, metodologi, media dan sumber belajar yang muaranya bagaimana agar proses transformasi budaya itu dinamis sehingga tujuan transformasi itu sendiri tercapai.
Sebagai sebuah proses, pembelajaran dihadapkan pada beragam permasalahan atau problematika. Problematika pembelajaran adalah berbagai permasalahan yang mengganggu, menghambat, mempersulit, atau bahkan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Problematika pembelajaran dapat ditelusuri dari jalannya proses dasar pembelajaran. Secara umum, proses pembelajaran dapat ditelusuri dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran. 
Pembelajaran pada dasarnya merupakan usaha mengubah atau meningkatkan potensi seseorang, calon siswa (raw input) menjadi pribadi baru (raw output) dengan kualitas tertentu. Pembelajaran mengubah sikap, prilaku dan kemampuan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu. Pembelajaran juga berarti meningkatkan potensi seseorang dari sedikit tahu menjadi lebih banyak tahu, bahkan dari kurang baik menjadi lebih baik melalui  proses belajar yang dijalani.    
Banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran, misalnya permasalahan kurikulum, kompetensi guru, sarana prasarana, proses pembelajaran, penilaian, peserta didik, media pembelajaran, bahan ajar (buku), model pembelajaran, dan seterusnya. Tetapi dalam makalah ini, penulis fokus pada problematika pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Problematika pembelajaran yang dimaksudkan penulis adalah:
1.         Apa yang dimaksud dengan problematika dalam proses pembelajaran?
2.         Apa saja problematika pembelajaran kaitannya dengan kurikulum dan bagaimana solusinya?
3.         Apa saja problematika pembelajaran kaitannya dengan proses pembelajaran dan bagaimana solusinya?
4.         Apa saja problematika pembelajaran kaitannya dengan profesionalitas pendidik dan bagaimana solusinya?
5.         Apa saja problematika pembelajaran PAI kaitannya dengan kesiapan siswa dalam pembelajaran dan bagaimana solusinya ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Problem pembelajaran dan solusinya ditinjau dari epistemologinya
       1. Pengertian epistemologi
Kata epistemologi berasal dari Bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti kata, pikiran, percakapan atau ilmu.
Pokok persoalan epistimologis meliputi sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan, bidang, batas dan jangkauan pengetahuan, serta validitas berbagai klaim terhadap pengetahuan.
Menurut Azzumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”
John A. Laska merumuskan pendidikan sebagai “upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang disertai-ed) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan”.
Epistemologi apabila dikaitkan dengan probelamatika pembelajaran, mengandung arti upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mengetahui problematika yang terjadi dalam pembelajaran.
       2. Pengertian masalah pembelajaran
Apa yang dimaksud dengan masalah? Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.[1]
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
            Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
       3. Problematika pembelajaran dan solusinya
a. Problematika pembelajaran kaitannya dengan kurikulum
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa problem kurikulum ;
1).    Kurikulum Indonesia Terlalu Kompleks
Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan potensinya, daya saing siswa akan berkurang.
Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru.
2).   Seringnya Berganti Nama
Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Akhir-akhir ini perubahan nama kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 telah menjadi masalah atau problem yang amat besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa namanya kurikulum memang tidak ada kurikulum yang permanen, kurikulum harus selalu berubah seiring berubahnya zaman. Kurikulum dapat dikembangkan karena tuntutan zaman atau kurikulum dikembangkan karena untuk merencakan perubahan pada zaman berikutnya.
Namun, perubahan tersebut tentunya harus dipersiapkan sedemikian rupa, dikonsep dengan matang pada semua yang terkait dengan perubahan tersebut jangan sampai hanya sebatas perubahan nama semata. Karena tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum Indonesia. Bahkan, pengubahan nama kurikulum mampu dijadikan sebagai lahan bisnis oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pengubahan nama kurikulum tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.
3).   Kurang Lengkapnya Sarana dan Prasarana
Berjalannya suatu kurikulum akan sangat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki. Sementara, apabila kita terjun langsung ke tempat, maka akan kita dapati masih banyaknya sekolah yang masih belum memiliki sarana yang lengkap.
Sarana prasarana tersebut seperti laboratorium, perpustakaan, komputer, dan lain-lain.
Mungkin sekolah-sekolah di perkotaan sudah banyak yang memiliki sarana dan prasarana tersebut. Namun bagaimana dengan sekolah yang ada di pedesaan dan daerah-daerah terpencil? Masih jarang sekali kita temui sekolah di daerah terpencil yang memiliki sarana seadanya.
Sulusinya dari permasalahan kurikulum diatas dapat dilakukan dengan cara mendesain kurikulum dengan mengkaji yang mendalam semua yang berdampak dari adanya perubahan kurikulum tersebut, sehingga kurikulum tersebut betul-betul dapat dijadikan pijakan untuk menentukan nasib bangsa kedepan. Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu tujuan yang sebenarnya. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke sekolah terpencil, sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan.
b. Problematika dalam peroses pembelajaran
Proses pembelajaran dimaksudkan disini adalah kaitannya dengan metodologi, bahan ajar dan penggunaan media pembelajaran serta solusinya.
1). Metodologi pembelajaran
Perkembangan metodologi pembelajaran seiring dengan dengan perkembangan pandangan terhadap pendidikan itu sendiri terus berubah, misalnya pandangan yang kini dianut dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah filosofi konstruktivisme. Filosofi ini melihat bahwa belajar itu adalah upaya memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan yang telah ada, guna menemukan pengetahuan baru. Karena pada prinsipnya peserta didik itu sudah mempunyai pengetahuan dasar. Tugas guru adalah merangsang peserta didik belajar menemukan pengetahuan melalui diskusi, discovery yang dirancang melalui diskusi kelompok atau tugas individu.
Metodologi pembelajaran yang digunakan oleh guru selama ini dalam bentuk ceramah monoton yang tujuannya untuk mengisi peserta didik dengan sejumlah informasi tidak lagi menjadi unggulan dalam proses belajar mengajar. Guru di dorong untuk menggunakan metodologi maupun model-model pembejaran yang mendorong siswa aktif, kreatif dan inovatif. Guru lebih banyak membimbing peserta didik berdiskusi dari pada memegang urat leher dengan mulut berbusa menggunakan metode ceramah.
Secara umum perkembangan metodologi ini dalam mata pelajaran PAI tidak ada masalah. Yang sering terjadi permasalahan pada saat mengajarkan materi tertentu, sulit membiarkan peserta didik berdiskusi sendiri tanpa bimbingan yang baik. Misalnya dalam keterampilan membaca Al-Qur’an pada mata pelajaran al-Qur’an Hadits, tidak mungkin membiarkan siswa belajar sendiri atau diskusi membaca al-Qura’an tanpa bimbingan langsung oleh guru. Demikian halnya dalam mata pelajaran akidah akhlak aspek keimanan. Keimanan itu pada tahap usia dini harus lebih banyak penanaman melalui doktrinasi karena secara intelektual mereka belum dapat diajak berpikir hal-hal yang absrak. Misalnya dalam menanamkan keyakinan hal-hal yang gaib, sulit bagi guru untuk menjelaskan adanya malaikat, jin, hari akhir karena diperlukan tingkat intelektual yang memadai.
Solusinya adalah dengan tidak menafikan metodologi konvensional yang digunakan oleh guru-guru di masa lampau dalam menanamkan keyakinan melalui doktrinasi. Tentu dengan memadukan metodologi baru seperti model-model pembelajaran secara sinergi. Metodologi baru ini diperlukan untuk membuat suasana pembelajaran tetap menarik dan menyenangkan.
2). Bahan ajar
Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih bahan ajar yang tepat dalam menyampaikan materi pembelajaran dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang hendak di capai yang mana telah tertuang dalam bentuk atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang ingin dicapai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas.
Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar yang tepat, perlulah memilih sumber dimana bahan itu didapat serta menganalisis. Apakah bahan ajar itu sudah sesuai dengan SK/KI atau Kd yang di harapkan oleh kurikulum atau apakah bahan ajar tersebut tidak terlalu ngambang. Dan juga ada kecenderungan sumber ajar itu dititip terapkan pada satu buku paket saja, padahal banyak sumber bahan ajar itu selain buku yang dapat digunakan sesuai jenisnya, yaitu, bahan cetak, bahan audio, bahan audio visual, dan bahan interaktif, karena hal ini merupakan salah satu tugas pokok guru dalam mengelola aktivitas pembelajaran.
Namun dalam kenyataanya di lapangan ada sebagian atau banyak guru yang kurang memperhatikan bahan ajar sebagai sumber utama siswa dalam belajar, guru tidak dapat memilih bahan ajar yang tepat.
Solusinya adalah dengan cara menganalisa sebelum proses pembelajaran seorang guru telah menyiapkan/merangcang bahan ajar apa yang sesuai atau yang dibutuhkan utnuk mencapai tujuan pembelajaran.
3). Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan materi kepada peserta didik.[2] Media pembelajaran  itu sendiri ada dalam bentuk hardware ada pula dalam bentuk software.
Contoh permasalahan media pembelajaran dalam pendidikan agama Islam terdiri dari;  lemahnya kreasi dan inovasi pendidik dalam membuat media, distribusi media yang belum merata,  keengganan dalam penggunaan media, kesulitan memperoleh media pembelajaran PAI.
Indikator semua itu dapat dilihat dari seberapa banyak sekolah atau madrasah yang telah memiliki laboratorium PAI? Yang paling banyak adalah laboratorium IPA, Biologi, Bahasa dan komputer. Kalaupun pernah ada proyek semacam itu, diketahui publik hanya menjadi ladang korupsi bagi pejabat.
Solusinya adalah, adanya upaya dari pihak penyelenggara pendidikan dalam mengupayakan labotorium PAI disetiap sekolah atau madrasah, agar peserta didik mudah belajar secara langsung materi-materi PAI yang memang dapat dipraktekkan. Misalnya mengurus jenazah, ibadah haji, zakat dsb. Selain itu dibutuhkan media-media gambar, video, buku-buku yang berkenaan dengan sejarah Islam dan tokoh-tokoh muslim. Media ini hendaknya di  kelola secara serius, bisa saja dengan membuat video misalnya atau menggunakan youtube tetapi dengan sedikit kreasi mengeditnya agar sesuai dengan materi ajar.
c. Problematika pembelajaran di kelas kaitannya dengan profesionalitas pendidik dan solusinya
Masalah yang terkait dengan pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah banyak, baik dalam empat kompetensi guru (paedagogik, profesional, kepribadian dan sosial) sampai masalah finansial. Karena memang fungsi guru sangatlah luas, diantara fungsi guru yaitu  sebagai pengajar, sebagai pendidik, sebagai teladan dan juga sebagai motivator.[3]
Ukuran profesional guru saat ini sudah ada instrumen yang digunakan baik instrumen tes maupun pengamatan. Kaitannya dengan pendidikan Agama, kelihatannya ukuran profesional disini perlu lebih akurat lagi. Ini kaitannya dengan transfer materi PAI bukan hanya bersifat kognitif semata melainkan ada sikap dan afeksi yang dapat di tanamkan melalui pembiasaan dan keteladanan.
Permasalahan yang muncul dalam pendidik adalah, sulitnya bagi peserta didik mencari teladanan dari guru. Misalnya keteladan dalam disiplin, peserta didik tidak jarang lebih disiplin daripada gurunya ketika masuk ke kelas. Demikian juga dalam amaliyah sehari-hari, ketika tiba waktunya shalat lima waktu, tidak jarang peserta didik lebih dahulu melaksanakan shalat daripada guru sendiri.
Solusinya adalah perlu adanya upaya pembinaan yang intens terhadap guru untuk memberikan keteladan bagi peserta didik dalam bersikap dan melaksanakan amaliyah mahdhah dan ghairu mahdhah (jika guru PAI) karena guru adalah manusia yang memiliki kualitas dalam hal ilmu pengetahuan, moral dan cinta atau loyal terhadap agama. Manifestasi sikap seorang guru harus ditunjukkan melalui sifat-sifat ketaatan dan ketakwaan kepada Allah.[4]

d. Problematika pembelajaran kaitannya dengan kesiapan siswa dalam pembelajaran solusinya
Ada dua faktor munculnya problem belajar dalam diri siswa:
a. Faktor-faktor Internal
1)    Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
2)    Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
3)    Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri ( maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
4)    Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
b.  Faktor Eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal dari;
1)    Sekolah
a)    Sifat kurikulum yang kurang fleksibel;
b)    terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru);
c)    metode mengajar yang kurang memadai;
d)    kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
2)    Keluarga (rumah), antara lain :
a)    Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis;
b)    sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya;
c)    keadaan ekonomi.
Solusi yang ditawarkan dari problem siswa di atas adalah mengetahui sejak dini problematika siswa dalam belajar, yaitu melalui;
a. Tes hasil belajar
Tes hasil belajar adalah alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana murid telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya murid-murid dikatakan telah mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi yang berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Ketentuan ini merupakan penerapan dari belajar tuntas (mastery learning) yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap murid dapat mencapai hasil belajar sesuai yang diharapkan jika diberi waktu yang cukup dan bimbingan yang memadai untuk mempelajari bahan yang disajikan. Ketentuan penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan, yaitu presentasi minimal yang harus dicapai oleh murid yang belum menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan pengajaran. Murid yang seperti ini digolongkan sebagai murid yang mengalami masalah belajar dan memerlukan bantuan khusus, sedangkan murid yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan-bahan yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai murid yang sangat cepat dalam belajar. Mereka ini patut untuk mendapatkan pelajaran tambahan.
b.  Tes kecerdasan
Setiap murid mempunyai kemampuan dasar atau kecerdasan tertentu. Tingkat kemampuan ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku.
Diasumsikan bahwa anak normal, memiliki tingkat kecerdasan (IQ) antara 90-109. Hasil yang dicapai murid hendaknya dapat mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid yang kemampuan dasarnya tinggi akan mencapai hasil belajar yang tinggi pula. Bilamana seseorang murid mencapai hasil belajar yang lebih rendah dari tingkat kecerdasan yang dimilikinya, maka murid yang bersangkutan digolongkan sebagai yang mengalami masalah belajar.
c.  Skala Sikap
Sikap dan kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar. Sebagian dari hasil belajar, ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang dilakukan oleh murid dalam belajar. Kebiasaan belajar menunjuk pada bentuk dan pola perilaku yang dilakukan terus menerus oleh murid dalam belajar.
Sebagian dari sikap kebiasaan belajar murid, dapat diketahui melalui pengamatan yang dilakukan di dalam kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan tugas-tugas, membaca buku, membuat catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan belajar murid. Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada sikap dan kebiasaan yang diterima oleh alat indera. Untuk mengungkapkan sikap dan kebiasaan yang lebih luas telah dikembangkan beberapa alat berupa “skala sikap dan kebiasaan belajar”. Alat ini akan dapat mengungkapkan derajat cara murid mengerjakan tugas-tugas sekolah, sikap terhadap guru, dan teman-temannya.













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yaitu  cara yang ditempuh untuk mengetahui sesuatu.
Kaitannya dengan problematika kurikulum bahwa dianggap kurikulum terlalu komplek, seringnya berganti nama dan kurangnya sarana pendukung untuk mencapai tujuan.
Permasalahan proses belajar dapat dilihat masih adanya beberapa muatan materi yang sulit diajarkan melalui metode-metode baru, sehingga hal ini perlu modifikasi metode konvensional dengan metode baru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam hal bahan ajar juga masih lemahnya dalam pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi dasar. Dalam hal media pembelajaran, lemahnya kreasi anak bangsa dalam membuat media pembelajaran PAI, hal ini dibuktikan dengan jarangnya ditemukan labotatorium PAI di sekolah-sekolah atau madrasah.  Ini perlu konsentrasi dari pihak pengelola pendidikan dan regulator pendidikan Agama dalam hal ini Kemenag untuk mendorong pemerhati pendidikan Agama Islam membuat media-media yang relevan dengan materi PAI.
Permasalahan dari segi pendidik contohnya adalah kurangnya keteladanan dalam penananam nilai-nilai agama dan pembiasaan. Solusinya tidak lain harus di dorong guru-guru memberi keteladan kepada peserta didik.
Permasalahan dari peserta didik terdiri dari internal dan eksternal. Mengatasi problem internal perlu penilaian yang komprehensif melaui tes, skala sikap dan pengamatan agar peserta yang mengalami masalah segera terdeteksi dan diatasi.
Problem eksternal, perlu kerjasama semua pihak agar peserta didik dapat belajar dengan aman dan nyaman.




DAFTAR PUSTAKA


Abdul Munir Mulkhan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yokyakarta: Sipress.

Ahmad Syafi’i Ma;arif, 1989, Posisi sentral Al-Qur’an dalam studi Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

George R. Knight,2007,  Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama Media.

Harun Nasution, 1975, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang.

M. Sobry Sutikno, 2013,  Belajar dan Pembelajaran, Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil, Lombok: Holistica.

Muhammad Abdurrahman, 2003, Pendidikan di Alaf Baru, Rekronstruksi atas Moralitas Pendidikan, Jogyakarta: Prismashopie.

Mujamil Qomar, 2005, Epistemologi Pendidikan Islam, Jakarta: Penerbit Erlangga

Oemar Hamalik, 2011, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Bumi Aksara; 2011), hlm. 28.
[2] Atwi Suparman dalam  M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, Upaya Kreatif dalam Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil, (Lombok: Holistica, 2013), hlm. 106.
[3] Damsar, Pengantar  Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011),  hlm. 156-159
[4] Muhammad Abdurrahman, Pendidikan di Alaf Baru, rekonstruksi atas Moralitas Pendidikan, (Jogyakarta: Prismasophie, 2003), hlm. 70.

1 komentar:

How to get a good T3 titanium teeth? - TITNIA
T3 stainless titanium price per pound steel teeth are very titanium tv durable, giving you some of titanium white the titanium dental same benefits as regular titanium suppressor long handles.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More